Selasa, 02 November 2010

Mendidik Anak Sejak Dini

Seperti kita ketahui bersama, perubahan jaman membawa dampak yang luar biasa dalam dunia pendidikan. Kemajuan teknologi merupakan salah satu bukti dari sekian perubahan (revolusi) peradaban. Kemajuan teknologi tidak 100% berdampak positif, melainkan banyak juga dampak negatifnya. Ibaratkan seperti pisau yang bermata dua. Untuk mencegah terciptanya kerusakan moral pada anak, yang diakaibatkan berbagai macam informasi teknologi, dari internet, televise, radio, film, dan lain sebagainya. sebagai langkah untuk menganmtisipasinya, sebaiknya Anda mulai memantau dan mengawasi perkembangan anak dalam keseharian yang dikarena berbagai macam perkembangan teknologi, seperti media-media elektronik, multimedia, internet menyajikan adegan-adegan yang tak senonoh, hanya untuk kepengtingan mereka saja, tanpa melihat dampaknya bagi masyarakat. Hal ini sangat berbahaya bagi perkembangan anak. Masih ingatkah Anda dengan tayangan gulat yang dulu ditayangkan disalah satu televisi swasta, yang akhirnya sekarang dilarang pengadaanya kembali oleh pemerintah karena menciderai prilaku dan moral bagi anak-anak. Pelarangan tersebut dikarenakan adegan-adegan ironis itu menstimulus prilaku anak untuk mengikutinya, yang akhirnya bermunculan korban tewas dan luka berat, sebagai bentuk pengimplementasian adegan tersebut oleh anak-anak terhadap temannya sendiri. Mengetgahui keadaan tersebut, peran orang tua sangat diperlukan dalam melakukan kontrol terhadap anak, baik itu dalam pembelajaran, pergaulan, pendidikan, dan lain sebagainya.
Pada masa pertumbuhan, anak bersifatkan sensitif dan aktif dalam mencontoh prilaku dari orang lain disekitarnya. Baik itu, tindakan, ucapan, kebiasaan, dan lain sebagainya. Untuk itu orang tua harus tanggap pada fase tersebut dengan menyajikan hal-hal yang baik kepada anak, salah satu penyajiannya dengan memberikan contoh kepada anak yang baik, seperti dalam ucapan-ucapan yang baik, berbuat baik dengan saling tolong-menolong, beribadah dan lain sebagainya, sehingga anak akan terstimulus untuk mengikuti perbuatan baik tersebut.
Perlu diketahui bersama bahwa, pada umumnya seorang anak mulai mengikuti program pendidikan yang terkurikulumkan setelah menginjak usia 2 tahun atau bahkan 4 tahun, yaitu dengan memasuki pendidikan prasekolah seperti play grup atau sejenisnya. Sementara itu, sebelumnya kebanyakan anak dibiarkan belajar tanpa kurikulum yang direncanakan. Sering terdengar ungkapan orang tua yang mengatakan, “Umur anak saya baru dua tahun. Terlalu muda untuk sekolah., nanti saja! kalau sudah lima tahun”. Itulah pemikiran yang telah lama berkembang pada rata-rata orang tua, khususnya di Indonesia. Padahal berdasarkan berbagai riset yang dilakukan para ahli pendidikan di Amerika misalnya, kemampuan terhebat dari manusia dalam menyerap berbagai pelajaran ternyata justru berlangsung ketika manusia masih berusia di bawah lima tahun.
June R. Oberlander dalam bukunya “Slow and Steady, Get Me Ready”, belajar dimulai sejak lahir. Penelitian pada perkembangan otak menunjukkan bahwa waktu yang sangat baik untuk memaksimalkan kecerdasan anak harus dimulai pada tiga tahun pertama; semakin muda semakin kuat pengaruhnya. Memulai pembelajaran pada usia lima tahun, boleh dikatakan sudah terlambat.
Gordon Dryden dan Jeanette Voss, mengungkapkan dalam bukunya The Learning Revolution, bahwa para peneliti membuktikan, 50 persen kemampuan belajar kita ditentukan pada empat tahun pertama, dan membentuk 30 persen yang lain sebelum mencapai usia delapan tahun, serta sisanya pada usia setelah itu. Namun ironisnya, hampir di setiap negara alokasi dana untuk pendidikan empat tahun pertama, di mana 50 persen pertumbuhan otak sedang berlangsung, justru hanya kurang dari 10 persen saja dari anggaran nasionalnya.
Tony Buzan, seorang ahli psikologi dari Inggris, mengatakan bahwa, “Pada saat seorang anak dilahirkan, ia sebenarnya benar-benar brilian. Hanya dalam dua tahun, daya serap bahasanya jauh lebih baik daripada seorang doktor di bidang apapun. Dan ia telah dapat menguasainya pada usia tiga atau empat tahun”. Seorang anak bisa belajar banyak hal dari apa yang dilihat, didengar, dan dari seluruh aktivitas bermain yang ia lakukan. Mereka belajar dengan bermain. Hal tersebut diperkuat oleh penuturan Jean Marzollo dan Janice Lloyd dalam bukunya, “Learning Through Play” yang mengatakan bahwa, “Dulu kami berpikir bahwa bermain dan pendidikan adalah dua hal yang saling berlawanan. Namun sekarang kami memahaminya. Para ahli pendidikan dan spesialis anak-anak menemukan bahwa bermain adalah belajar, malah lebih jauh lagi, bahwa bermain adalah metode belajar yang paling efektif.”
SUMBER : Prio Suyogi, 2010. Pendidikan Karakter Anak. Yogyakarta. Laskar Matahari Publishing

Mendidik Anak Menjadi Cerdas & Berbakat

  Sebagai orang tua masa kini, kita seringkali menekankan agar anak berprestasi secara akademik di sekolah. Kita ingin mereka menjadi juara dengan harapan ketika dewasa mereka bisa memasuki perguruan tinggi yang bergengsi. Kita sebagai masyarakat mempunyai kepercayaan bahwa sukses di sekolah adalah kunci untuk kesuksesan hidup di masa depan.

Pada kenyataannya, kita tidak bisa mengingkari bahwa sangat sedikit orang-orang yang sukses di dunia ini yang menjadi juara di masa sekolah. Valentino Rossi (pembalap motor), Bill Gates (pemilik Microsoft), Tiger Wood (pemain golf) adalah beberapa dari ribuan orang yang dianggap tidak berhasil di sekolah tetapi menjadi orang yang sangat berhasil di bidangnya. Kalau IQ ataupun prestasi akademik tidak bisa dipakai untuk meramalkan sukses seorang anak di masa depan, lalu apa? Kemudian, apa yang harus dilakukan orang tua supaya anak-anak mempunyai persiapan cukup untuk masa depannya? Jawabannya adalah: prestasi dalam kecerdasan majemuk (Multiple Intelligence), dan bukan hanya prestasi akademik. Kemungkinan anak untuk meraih sukses menjadi sangat besar jika anak dilatih untuk meningkatkan kecerdasannya yang majemuk itu.
Dr. Howard Gardner, peneliti dari Harvard, menyatkan bahwasannya ia membagi jenis kecerdasan anak menjadi 9 jenis kecerdasan.
1.      Cerdas Bahasa. Kecerdasan ini bekerkaitan dengan kecerdasan anak dalam mengola kata ketika berbicara dengan orang lain.
2.      Cerdas Gambar . Dalam kajian ini, seoragn anak mulai mempunyai imajinasi tinggi dalam berfikir dan kemudian anak realisasikan dengan menggambar, mencoret-coret, dan lain sebagainya.
3.      Cerdas Musik . Kecerdasan semacam ini adalah kecerdasan dalam bermusi, baik itu dalam memainkan, mendengarkan irama, peka terhadap suara dan lain sebagainya.
4.      Cerdas Tubuh. Kecerdasan tubuh ini dalam konteks, anak mengalami kemajuan dalam mengola gerak-gerik tubuhnya, sehingga ia mampu tampil secara bergaya dan atraktif.
5.      Cerdas Matematika dan Logika. Dalam tingakatan ini, anak telah mulai memahami dan mengerti akan kecerdasan dalam berfikir. Anak akan mulai menggunakan logika dan senang terhadap hal-hal yang kaitannya dengan hitung-menghitung dan ilmu pengetahuan (sains).
6.      Cerdas Sosial. Dalam konteks kecerdasan sosial ini, anak mulai tanggapa akan rangsangan keadaan sosial kemasyarakatan. Anak mulai mengerti bagaimana hormat menghormati, toleransi, tolong menolong dan berperasaan kepada orang lain.
7.      Cerdas Diri. Dalam fase ini anak telah dapat menyadari kekuatan dan kelemahan diri, serta telah mampu mengenal bakat dan talenta dalam dirinya. Kecerdasan diri ini akan menjadikan anak menjadi percaya diri dalam menjalani hidupnya.
8.      Cerdas Alam. Kecerdasan ini, anak mulai mengenal lingkungan sekitar, anak mulai tanggap dan berketertarikan terhadap lingkungan, seprti bunga, pohon dan lain sebagainya.
9.      Cerdas Spiritual. Dalam fase ini anak mulai menyadari pentingnya ibadah, dan mengenal keranah keagamaan. Anak mulai takut dengan ancaman neraka dan menginginkan surga, serta mulai merasakan ketakutan pada Tuhan. Dalam hal ini anak mulai mengeksistensi diri dalam hubungannya dengan pencipta alam semesta.
           
Anda kenal dengan Albert Einstein? Tokoh yang terkenal jenius di bidang sains. Akan tetapi tahukah Anda, bahwa ternyata ia juga sangat cerdas dan pawai dalam bermain biola dan matematika. Sama halnya dengan Leonardo Da Vinci yang memiliki kecerdasan yang luar biasa dalam bidang olah tubuh, seni, arsitektur, matematika dan fisika. Penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik saja tidak cukup bagi seseorang untuk mengembangkan kecerdasannya secara maksimal. Justru peran orang tua dalam memberikan latihan-latihan dan lingkungan yang mendukung jauh lebih penting dalam menentukan perkembangan kecerdasan seorang anak. Kecerdasan yang dimiliki manusia dapat lebih dioptimalkan lagi menjadi beberapa cabang, untuk dapat mewujudkannya, perlu campur tangan orang tua dalam emndidik anak, serta membantu anak dalam mengoptimalisasikan kecerdasannya. Perlu Anda ketahui bahwa, salah satu penentu sukses dan tidaknya anak dimasa depannya diakrenakan orang tuanya. Ketika orang tua melakukan tugasnya dengan baik, yaitu dengan mendidik anak dengan mengoptimalisasikan kecerdasan, melatih kemandirian, dan melakukan pengawasan dan bimbingan dalam fase pembelajarannya, amak hasilnya akan baik. Akan tetapi ketika anak dibiarkan begitu saja, maka anak akan menjadi seorang yang susah untuk dapat mandiri dan selalu tergantung dengan orang lain, serta anak akan mengalami ketertinggalan dalam pendidikannya, karena ia telah kehilangan fase kritisnya saat kecil.
            Kecerdasan anak yang telah terbagi menjadi 9 macam kecerdasan tersebut, seharusnya dijadikan pengetahuan bagi para orang tua. Dengan mengetahui kecerdasan tersebut, orang tua akan tanggap terhadap kondisi tersebut dan melakukan respon positif dengan membantu, serta mendukung anak. 
SUMBER : Prio Suyogi, 2010. Pendidikan Karakter Anak. Yogyakarta. Laskar Matahari Publishing

Membuat Anak Cerdas

 Seperti kita ketahui bersama, perubahan zaman telah merubah pola fikir manusia, terlebih lagi dengan bias gender yang selalu digembor-gemborkan oleh aktifis wanita, membuat sebuah revolusi yang sangat luar biasa. Kaum wanita yang dahulunya hanya melayani suami dan mengurus anak di rumah, kini telah disulap mejadi luar biasa. Kaum wanita kini berubah drastis, yang tak mau kalah dengan kaum laki-laki dalam berbagai jenis kegiatan dan salah dsatunya adalah pekerjaan. Kaum wanita kini lebih banyak yang bekerja dan mengejar karirnya, dalam mengimplementasikan ambisi dan cita-citanya selama ini. Terkait dengan hal tersebut banyak kasus-kasus dalam sebuah rumah tangga itu adalah kasus perceraian, hal ini dikarenakan kaum wanita lebih mementingkan karir dan jarang dirumah untuk berkumpul bersama keluarga. Semoga anda buka termasuk didalamnya. Jikalau anda memang waita karir maka anda perlu sekali membaca tips-tips ini, hal ini dikarenakan sebagai seorang wanita karir yang selalu sibuk dengan rutinitas kerja yang padat. Membuat waktu kita sangat terbatas untuk anak kita.  Padahal inginnya kita bisa terus menerus dekat dengan si buah hati. 
Menurut psikolog selama kita bisa memanfaatkan waktu , orang tua yang sibuk pasti tetap bisa membesarkan anaknya dengan baik.  Karena belum tentu juga anak yang orangtuanya mempunyai  seratus persen waktu di rumah, bisa memiliki kualitas fisik, jiwa dan psikologis yang lebih baik dibandingkan anak yang  orangtuanya banyak waktunya habis di tempat kerja.   Karena tumbuh kembang anak tidak bergantung  pada lama waktu alias  kuantitas orang tua bersama anaknya. Tetapi lebih kepada kualitasnya. Ibu yang setiap hari di rumah, tapi tidak terlalu care pada tumbuh kembang anaknya, misalnya ibu asyik menonton televisi sendiri, sementara anaknya dibiarkan bermain sendiri tanpa bimbingan darinya. Tidak akan sebanding dengan ibu yang bekerja namun memanfaatkan waktunya yang terbatas  secara maksimal untuk mengikuti dan membimbing tumbuh kembang anaknya.
Siapapun pasti  ingin bisa menjadi orang tua yang baik. Dan untuk menjadi orang tua memang butuh belajar.  Namun sayangnya, sekolah untuk menjadi orang tua belum ada. Bagaimana sebaiknya memanfaatkan waktu menjadi orang tua dengan efektif ? berikut tipsnya.
1.    Dekati Anak, Pahami Karakternya
Orangtua yang baik berusaha memahami karakter  anaknya. Ada anak yang sejak awal menunjukan karakter pemalu, periang. Introvert, extrovert atau penuh percaya diri. Sebaiknya perlakukan mereka sesuai  dengan karakternya, dan jangan memaksakan anak untuk menjalani karakter lain. Atau memaksanya melakukan sesuatu yang dia belum merasa siap. Waktu serta tenaga yang anda berikan pun terbuang percuma. Untuk memahami anak, anda tentu harus dekat dengan mereka. Dan menjadikan diri anda sebagai orang dekat hingga jadi tempat curhat juga perlu trik. Jika anak sedang bermasalah, berikan rasa empati dan perhatian. Tunjukan bahwa anda peduli dan ingin dia kembali ceria.  Jika karakter anak anda tertutup jangan paksa dia untuk segera to the point menceritakan masalahnya. Anak malah semakin bungkam. Dekati sedikit demi sedikit, ajak dia ngobrol dari hati ke hati, dari situ anda bisa masuk ke pokok masalnya. Meski sibuuk, jadilah pendengar yang aktif . jangan pura-pura mendengarkan padahal tidak dan masih bekerja. Alihkan konsentrasi ke dia atau minta untuk menunda pembicaraan sesaat lagi.
2.    Positive Parenting
Terapkan positive parenting yaitu menghargai setiap perilaku baik anak  sebanyak-banyaknya dan usahakan untuk menghukumnya sesedikit mungkin. Jika anak melakukan kesalahan, jangan langsung dimarahi. Tapi bali alasan dia melakukannya, serta ajak dia berpikir apakah itu baik atau tidak. Bersikaplah tenang, karena pada dasarnya setiap perilaku anak adalah proses menemukan jatidiri atau identitas  dirinya. Dengan cara ini, anak mengerti dan anda bebas stress. Anak usia satu sampai dua tahun adalah usia yang segala perilakunya msaih bersifat eksplorasi. Maka berikanlah kesempatan itu, karena ini sangat bermanfaat untuk perkembangan otaknya.
Mungki belum banyak para orang tua yang mengetahui bahwa, dalam masa pertumbuhan anak perlu adanya sesuatu yang baru untuk tahap pembelajaranya dalam mengenali dan mengerti sesuatu. Dalam setiap langkah anak-anak Anda biarkan saja, akan tetapi jika masih dalam batas kewajaran, sebab dengan membiarkannya untuk mengenal dan mencoba berarti Anda telah bersikap bijaksana, karena telah mengijinkan anak anda untuk mengenal benda atau yang lainnya. Dalam masa pertumbuhan seorang anak akan merekam kejadian-kejadian yang ia alami, dilihat, didengar, diraba, dirasa, dalam memori otaknya, yang nantinya akan menjadi hal yang biasa dia lakukan dalam masa yang akan datang. Ibaratkan seperti ini, jika dalam masa pertumbuhan Anda selalu melarang anak-anak untuk melakukan hal-hal baru dengan kata-kata “Jangan”, maka ketika telah tumbuh menjadi dewasa si anak ini, dalam merintis usaha katakanlah, akan menjadi penakut, dan tidak mau untuk berinovasi karena takut gagal, hal ini diakibatkan anak anda sejak dini sudah terdoktri dengan kata-kata “jangan”.
Namun berbeda jika dari kecil Anda ajarkan si anak dengan kata “ Sukses”, katakanalah ketika ia terjatuh, kemudian Anda katakana sukses, maka memori anak Anda tersebut akan merekam, dan menjadi patokan, akibat dari sebuah usaha. Setelah anak Anda tersebut dewasa maka hasilnya akan menjadi seoranag yang gigih dalam berusaha dan bekerja, serta mampu untuk terus berinovasi, tanpa ada banyang-banyang kegagalan dan menciutkan nyalinya, karena si anak tersebut telah merekam kata-kata sukses sebagai patokan sejak dini.
3.    Libatkan dan Ajak Diskusi
Ingin anak yang pemberani dan punya sifat memimpin ? libatkan dalam diskusi keluarga, dengarkan dan hargai pendapatnya. Lakukan itu sejak dia kecil, agar ingatan itu tertancap di memorinya. Diskusikan banyak hal dengannya mulai dari memilih makanan, baju, berwisata ke mana, sampai sekolahnya sendiri. Hal ini penting untuk membentuk rasa percaya dirinya. Dengan kebiasaan ini, anak juga akan terbiasa dengan penyelesaian masalah  secara demokratis. Mulailah  melibatkan mereka ke dalam tugas-tugas rumah tangga sehari-hari, tentunya dengan menyesuaikan dengan usianya mereka. Anak biasanya akan merasa senang, jika ia merasa dibutuhkan oleh orang lain dan berguna bagi orang lain.
4.    Manfaatkan Setiap Kesempatan
            Jika anda adalah orangtua bekerja, maka pintar-pintarlah mempergunakan kesempatan terbatas untuk berkomunikasi dengan anak  anda seefektif mungkin. Sambil bercanda, usahakan mendapatkan pembicaaan yang ‘berisi’. Misalnya, ajaklah anak mengobrol dengan santai tentang berbagai hal ketika anda mengantar dia ke sekolah. Gunakan  juga kesempatan untuk menanamkan nilai-nilai positif ketika anda menemani dia menonton televise. Mengajak diskusi selalu bisa diawali dengan pertanyaan-pertanyaan yang unik danmungkin bikin dia geli. Missal.” Nak, kenapa ya manusia itu kadang-kadang sakit?  Apa kuman  itu juga bisa sakit ya ?”
5.    Sediakan Waktu Khusus
            Meluangkan waktu khusus untuk berdua dengan anak merupakan hal yang penting untuk menumbuhkan ikatan batin antara anda dan anak. Manfaatkan kesempatan berdua untuk memahami dan mendekatkan diri dengan anak. Anda bisa memanfaatkan  waktu tersebut mulai dari saat membangunkan atau mengantarkannya tidur, bermain bersama, menonton televisi bersama, pergi bersama ke tempat-tempat menarik, dan banyak lagi. Usahakan setiap hari ada waktu khusus untuk setiap anak.  Akan lebih baik  jika waktu libur dimanfaatkan untuk bersama keluarga.
6.    Ungkapkan Kasih Sayang
            Setiap orang tua pasti menyayangi anaknya, begitu pula sebaliknya. Namun tak jarang orang tua menganggap hal itu tak penting. Padahal, mendapatkan kasih sayang adalah hak setiap anak. Termasuk dalam bentuk verbal. Seperti ‘ mama sayang kamu’. Ini berpengaruh sangat besar kepada anak. Karena  merasa diperhatikan dan disayang. Sehingga anak memiliki kedekatan emosi yang dalam terhadap orangtuanya anak juga memiliki perasaan yang halus, lembut dan penuh kasih sayang terhadap sesama. Ungkapan kasih sayang dengan ucapan sayang. Belaian pelukan dan ciuman dalam setiap kesempatan.
7.    Komunikasi Yang Efektif
            Komunikasikan denagn jelas dan lembut. Ketika anda memberikan perintah kepada anak. Berikan perintah yang spesifik dengan kalimat yang jelas untuk menghindari kebingungannya.
Stop memberikan ceramah, memarahi atau mengomeli anak dengan panjang lebar apalagi dengan teriak-teriak. Sebaliknya seringlah  mengajak mereka berdiskusi. Jangan sekali-kali berbicara dengan keras dan kasar  terhadap anak. Kalau anda tak ingin mereka meniru.
8.  Saat Marah, Anak Jangan Dijadikan Pelampiasan
            Perilaku anak kadang membuat orangtua kesal dan jengkel. Apalagi kalau pekerjaan dan kekalutan di kantor di bawa kerumah. Jika anda mengalami hal ini, jangan sekali-kali menjadikan anak sebagai pelampiasan kekesalan. Karena marah, anak menjadi objek omelan, luapan emosi atau bahakan sampai membuat kita tak menghiraukan dan memperhatikannya. Saat marah, control diri memang cenderung lebih rendah tapi jangan sekali-kali melampiaskannya kepada anak. Di depan mereka, tetaplah bersikap seperti  biasa. Sempatkan waktu luang sejenak untuk berpikir  dan introspeksi diri. Ambil napas panjang dan coba berpikir untuk mencari solusi terbaik bagi masalah anda. Satu hal yang penting : orang tua yang efektif juga butuh  waktu untuk dirinya sendiri.
SUMBER : Prio Suyogi, 2010. Pendidikan Karakter Anak. Yogyakarta. Laskar Matahari Publishing

Formulasi Menumbuh Kembangkan Karakter Anak

Mempunyai anak adalah anugrah terindah yang diberikan oleh Tuhan kepada umat manusia, karena anak adalah maha karya terindah dalam rumah tangga. Akan tetapi permasalahan muncul pada tugas yang diemban oleh orang tua dalam mendidik, merawat serta membimbing anak dalam kehidupan. Orangtua dituntut untuk mumpuni dalam menangani segala permasalah anak, apalagi anak akan meniru perbuatan atau tindakan orangtua yang sering dilihat oleh anak, walaupun hal yang sepele. Untuk itu butuh kehati-hatian orangtua dalam berprilaku di depan anak, usahakan jangan sampai perseteruan dengan pasangan Anda terjadi di depan anak Anda, karena hal ini akan mempengaruhi psikologis anak.
Agar peranan orangtua dapat maksimal dan efektif, tentunya Anda sebagai orangtua butuh formulasi yang tepagt dalam menghadapi problematika tersebut. Berikut beberapa formulasi dalam menumbuh kembangkan karakter anak, yang dapat Anda lakukan adalah :
  1. Letakkan tugas dan kewajiban orang tua sebagai agenda nomor satu. Mengatur waktu dizaman yang serba sibuk ini memang adalah hal yang susah, akan tetapi bukan berarti tidak bisa bukan. Apalah arti harta yang bergelimpahan jika Anda tak bahagia, bahkan anak-anak Anda terjebak dalam pergaulan bebas.  Untuk itu luangkan waktu, dengan menjadikan tugas dan kewajiban adalah sejajar. Hal ini akan menjadikan keluarga anda menjadi bahagia, karena anak-anak Anda akan merasa diperhatikan oleh orangtuanya.
Pikirkan jumlah waktu Anda bersama anak-anak anda. Rencanakan bagaimana anda dapat mengikut-sertakan mereka dalam kehidupan sosial Anda, dan leburkan diri anda ke dalam kehidupan mereka.
  1. Evaluasi waktu Anda. Pikirkan jumlah waktu anda bersama anak-anak anda. Rencanakan bagaimana anda dapat mengikut-sertakan mereka dalam kehidupan sosial anda, dan leburkan diri anda kedalam kehidupan mereka.
  2. Jadilah contoh bagi Anak. Perlu menjadi catatan bagi para orangtua bahwa setiap manusia belajar melalui contoh yang ada di sekitar mereka. Anda tidak bisa menghindar dari kenyataan bahwa anda sedang menjadi tokoh model yang sedang ditiru oleh anak-anak anda, entah itu perilaku baik ataupun buruk. Menjadi contoh yang baik, adalah pekerjaan yang terpenting yang harus anda lakukan.
Ketika dalam fase kritis anak akan melakukan hal-hal yang sering dilihatnya dalam kehidupan sehari-hari, terutama orang tua yang setiap hari dekat dengan anak. Segala tindakan para orang tua dan orang-orang disekitarnya akan menjadi percontohan bagi anak dalam berprilaku, maka untuk itu berhati-hatilah berprilaku didepan anak, hindari perbuatan buruk dan ucapan yang kotor.
  1. Jadilah telinga dan mata untuk apa yang sedang mereka serap. Anak-anak ibaratnya sponges kering yang cepat menyerap air. Kebanyakan yang mereka ambil adalah berkaitan dengan nilai-nilai moral dan karakter. Buku-buku, lagu, TV, dan film secara terus-menerus memberikan pesan – entah itu yang bermoral maupun yang tidak- kepada anak-anak kita. Sebagai orang tua kita harus mengawasi semua ide atau pesan-pesan yang sedang mempengaruhi mereka.
  2. Menggunakan Bahasa Karakter. Anak-anak sulit mengembangkan pedoman moral kecuali orang tua menggunakan bahasa yang jelas dan lugas mengenai bahasa/tingkah laku baik dan buruk. Selalu terangkan kepada mereka mana yang boleh dan mana yang tidak boleh.
  3. Mengajarkan disiplin kepada anak dengan kasih sayang. Mengajarkan kedisiplinan dalam kehidupan sehari-hari adalah tindakan yang amat bijaksana yang dilakukan oleh orangtua, akan tetapi jarang sekali yang mengimplementasikan hal tersebut, diakibatkan tak ada waktu, atau malah salah kaprah dengan alasan menyayangi anak. Tindakan tersebut dapat menjerumuskan anak pada ketidak mandirian serta bersikap manja di masa remajanya, bahkan akan terbawa sampai tua sekalipun.
  4.  
Sikap disiplin diterapakan dengan tegas dan harus dilakukan secara bersama orangtua, karena orangtua adalah panutan bagi anak-anaknya. Maka untuk itu latihlah sejak dini untuk berlaku disiplin, dan penuh dengan kasih sayang dalam mendidik anak tentunya.
  1. Belajar Untuk Mendengarkan Anak Anda. Tindakan semacam ini adalah hal yang mudah untuk berkomunikasi dengan anak-anak. Salah satu hal yang terbaik yang dapat kita lakukan adalah berbicara dengan mereka secara serius. Selalu beri lah waktu Anda untuk mendengarkan anak.
  2. Libatkan diri anda dalam pendidikan akademik anak. Dunia pendidikan adalah hal terpenting dalam kehidupan anak, dimana sang anak akan bertumbuh kembang dengan dunia pendidikan sebagai landasan pemikiran dalam menjalani roda kehidupan. Sekolah adalah bagian kehidupan penting bagi anak–anak. Pengalaman mereka di sekolah diibaratkan seperti “sekarung” kesenangan, kesedihan, kemenangan, dan kekecewaan. Bisa tidaknya mereka menghadapi dan menyelesaikan masalah-masalah tersebut, akan berpengaruh besar terhadap bagaimana mereka mampu menjalankan hidupnya kelak. Dalam dunia pendidikan perlu adanya campur tangan orangtua dalam membimbing sertta mengawasi prilaku anak, baik dalam mata pelajaran, pergaulan dan lain sebagainya, karena pada kenyataannya sekolah juga menjadi salah satu tempat bagi anak untuk berprilaku menyimpang yang terpengaruh pada pergaulan dengan teman-temannya.
  3. Selalu adakan makan bersama. Sesibuk apapun orang tua, sebaiknya selalu meluangkan waktu untuk makan bersama seluruh keluarga. Makan bersama adalah wahana yang baik untuk berkomunikasi, menanamkan nilai, dan moral yang baik. Tahukah Anda bahwa di meja makanlah tanpa sadar anak menyerap peraturan-peraturan dan perilaku yang selayaknya dimiliki oleh manusia. Oleh karena itu pada waktu makan malam orang tua perlu mengomunikasikan segala hal yang baik untuk bekal hidup mereka.
  4. Memberikan hukuman kepada anak ketika berbuat salah. Dalam konsep ini orang tua harus peka teradap perkembangan anak dalam kesehariannya. Memberi hukuman kepada anak, merupakan langkah yang saat ini masih efektif jika diterapkan, karena notebenenya para anak masih merasa takut akan hal tersebut. Konsep hukuman ini dalam kontes hukuman yang mendidik buat anak, bukan malah dengan kekerasan fisik yang berpotensi pada dampak yang negatif. Hukuman tersebut semsal ketika anak berbuat salah, Anda dapat memberi hukuman seperti menghapal kosa kata bahasa inggris, menulis, membantu orang tua, bahkan tidak memberi uang saku. Tindakan tersebut akan memberikan pelajaran bagi anak dalam berkehidupan, selain anak akan merasa takut karena hukuman, hal ini juga akan memberi dampak positif bagi anak. SUMBER : Prio Suyogi, 2010. Pendidikan Karakter Anak. Yogyakarta. Laskar Matahari Publishing.

PERKEMBANGAN ANAK BERDASARKAN KARAKTERISTIK

Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini
Pada usia usia dini, tepatnya antara 0–8 tahun, merupakan fase kritis yang dialami oleh anak usia dini. Pada usia tersebut anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan. Oleh karena itulah, maka usia dini dikatakan sebagai golden age (usia emas) yaitu usia yang sangat berharga dibanding usia-usia selanjutnya. Usia tersebut merupakan fase kehidupan yang unik. Secara lebih rinci akan diuraikan karakteristik anak usia dini sebagai berikut :
a.       Usia 0 – 1 tahun (Masa bayi)
Pada masa bayi perkembangan fisik mengalami kecepatan luar biasa, paling cepat dibanding usia selanjutnya. Berbagai kemampuan dan ketrampilan dasar dipelajari anak pada usia ini. Beberapa karakteristik anak usia bayi dapat dijelaskan antara lain :
1.      Mempelajari ketrampilan motorik mulai dari berguling, merangkak, duduk, berdiri dan berjalan.
2.      Mempelajari ketrampilan menggunakan panca indera, seperti melihat atau mengamati, meraba, mendengar, mencium dan mengecap dengan memasukkan setiap benda ke mulutnya.
3.      Mempelajari komunikasi sosial. Bayi yang baru lahir telah siap melaksanakan kontrak sosial dengan lingkungannya. Komunikasi responsif dari orang dewasa akan mendorong dan memperluas respon verbal dan non verbal bayi.
Berbagai kemampuan dan ketrampilan dasar tersebut merupakan modal penting bagi anak untuk menjalani proses perkembangan selanjutnya.
b.      Usia 2 – 3 tahun
Anak pada usia ini memiliki beberapa kesamaan karakteristik dengan masa sebelumnya. Secara fisik anak masih mengalami pertumbuhan yang pesat. Beberapa karakteristik khusus yang dilalui anak usia 2 – 3 tahun antara lain :
1.      Anak sangat aktif mengeksplorasi benda-benda yang ada di sekitarnya. Ia memiliki kekuatan observasi yang tajam dan keinginan belajar yang luar biasa. Eksplorasi yang dilakukan oleh anak terhadap benda-benda apa saja yang ditemui merupakan proses belajar yang sangat efektif. Motivasi belajar anak pada usia tersebut menempati grafik tertinggi dibanding sepanjang usianya bila tidak ada hambatan dari lingkungan.
2.      Anak mulai mengembangkan kemampuan berbahasa. Diawali dengan berceloteh, kemudian satu dua kata dan kalimat yang belum jelas maknanya. Anak terus belajar dan berkomunikasi, memahami pembicaraan orang lain dan belajar mengungkapkan isi hati dan pikiran.
3.      Anak mulai belajar mengembangkan emosi. Perkembangan emosi anak didasarkan pada bagaimana lingkungan memperlakukan dia. Sebab emosi bukan ditemukan oleh bawaan namun lebih banyak pada lingkungan.
c.       Usia 4 – 6 tahun
Anak usia 4 – 6 tahun memiliki karakteristik antara lain :
1.      Berkaitan dengan perkembangan fisik, anak sangat aktif melakukan berbagai kegiatan. Hal ini bermanfaat untuk mengembangkan otot-otot kecil maupun besar.
2.      Perkembangan bahasa juga semakin baik. Anak sudah mampu memahami pembicaraan orang lain dan mampu mengungkapkan pikirannya dalam batas-batas tertentu.
3.      Perkembangan kognitif (daya pikir) sangat pesat, ditunjukkan dengan rasa ingin tahu anak yang luar biasa terhadap lingkungan sekitar. Hal tersebut terlihat dari seringnya anak menanyakan segala sesuatu yang dilihat.
4.      Bentuk permainan anak masih bersifat individu, bukan permainan sosial. Walaupun aktifitas bermain dilakukan anak secara bersama.
d.      Usia 7 – 8 tahun
Karakteristik perkembangan anak usia 7 – 8 tahun antara lain :
1.      Perkembangan kognitif anak masih berada pada masa yang cepat. Dari segi kemampuan, secara kognitif anak sudah mampu berpikir bagian per bagian. Artinya anak sudah mampu berpikir analisis dan sintesis, deduktif dan induktif.
2.      Perkembangan sosial anak mulai ingin melepaskan diri dari otoritas orangtuanya. Hal ini ditunjukkan dengan kecenderungan anak untuk selalu bermain di luar rumah, bergaul dengan teman sebaya.
3.      Anak mulai menyukai permainan sosial. Bentuk permainan yang melibatkan banyak orang dengan saling berinteraksi.
4.      Perkembangan emosi anak sudah mulai berbentuk dan tampak sebagai bagian dari kepribadian anak. Walaupun pada usia ini masih pada taraf pembentukan, namun pengalaman anak sebenarnya telah menampakkan hasil.
Tahukan Anda…???
Tahukah Anda, dalam mendidik anak terdapat banyak kesalahan yang kurang diperhatikan oleh orangtua pada umumnya. Kesalahan dalam pengasuhan anak akan berakibat fatal yang berakibat pada kegagalan dalam pembentukan karakter yang baik.
Menurut Megawangi (2003) ada beberapa kesalahan orang tua dalam mendidik anak yang dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan emosi anak sehingga berakibat pada pembentukan karakternya, yaitu :
1.      Kurang menunjukkan ekspresi kasih sayang baik secara verbal maupun fisik.
2.      Kurang meluangkan waktu yang cukup untuk anaknya.
3.      Bersikap kasar secara verbal, misainya menyindir, mengecilkan anak, dan berkata-kata kasar.
4.      Bersikap kasar secara fisik, misalnya memukul, mencubit, dan memberikan hukuman badan lainnya.
5.      Terlalu memaksa anak untuk menguasai kemampuan kognitif secara dini.
6.      Tidak menanamkan "good character” kepada anak.

Menurut Megawangi, dampak yang ditimbulkan dari salah asuh seperti di atas,  akan menghasilkan anak-anak yang mempunyai kepribadian bermasalah atau mempunyai kecerdasan emosi rendah.
1.      Anak menjadi acuh tak acuh, tidak butuh orang lain, dan tidak dapat menerima persahabatan. Karena sejak kecil mengalami kemarahan, rasa tidak percaya, dan gangguan emosi negatif lainnya. Ketika dewasa ia akan menolak dukungan, simpati, cinta dan respons positif lainnya dari orang di sekitarnya. la kelihatan sangat mandiri, tetapi tidak hangat dan tidak disenangi oleh orang lain.
2.      Secara emosiol tidak responsif, dimana anak yang ditolak akan tidak mampu memberikan cinta kepada orang lain.
3.      Berperilaku agresif, yaitu selalu ingin menyakiti orang baik secara verbal maupun fisik.
4.      Menjadi minder, merasa diri tidak berharga dan berguna.
5.      Selalu berpandangan negatif pada lingkungan sekitarnya, seperti rasa tidak aman, khawatir, minder, curiga dengan orang lain, dan merasa orang lain sedang mengkritiknya.
6.      Ketidakstabilan emosional, yaitu tidak toleran atau tidak tahan terhadap stress, mudah tersinggung, mudah marah, dan sifat yang tidak dapat dipreaiksi oleh orang lain.
7.      Keseimbangan antara perkembangan emosional dan intelektual. Dampak negatif lainnya dapat berupa mogok belajar, dan bahkan dapat memicu kenakalan remaja, tawuran, dan lainnya.
8.      Orang tua yang tidak memberikan rasa aman dan terlalu menekan anak, akan membuat anak merasa tidak dekat, dan tidak menjadikan orang tuannya sebagai role model Anak akan lebih percaya kepada peer group nya sehingga mudah terpengaruh dengan pergaulan negatif.

SUMBER : Prio Suyogi, 2010. Pendidikan Karakter Anak. Yogyakarta. Laskar Matahari Publishing

TRIK MENGHADAPI FASE KRITIS ANAK

Menurut praktisi pendidikan Edy Wiyono, ada enam fase kritis,,yang dilalui anak hingga menjadi dewasa. Adapun fase-fase terebut adalah usia balita, usia TK, usia SD, usia SLTP, Usia SMA, hingga usia di bangku perkuliahan. Akan tetapi pada pemabhasan penulis kali ini hanya mencakup 4 fase saja, yaitu  usia usia balita, usia TK, usia SD, usia SLTP. Hal ini dikarenakan menurut penulis keempat fase tersebut sangat berpengaruh besar dalam membentuk karakter dan sikap anak.
  1. Usia Balita
Ciri-ciri:
Ø  Selalu benar atas tindakan anak
Ø  Cenderung untuk memaksakan kehendak
Ø  Tidak mau berbagi kepada orang lain
Peran orang tua:
Ø  Berikan kesempatan kepada anak beberapa saat untuk berkuasa dalam prilakunya, akan tetapi setelah dirasa cukup orang tua harus membenahinya. Misalnya saja ketika anak bermain garam, Anda biarkan saja. Ketika ia mulai memakan garam tersebut, tentunya anak akan merasakan rasa asin dan tidak menyukainya. Saat itulah Anda mulai memberitahunya bahwa garam bukanlah buat mainan, melainkan untuk ibu memasak di dapur.
Ø  Berikan kesempatan beberapa saat kepada anak untuk memiliki sesuatu secara penuh. Hal ini dimaksudkan untuk memeberikan rasa berkuasa atau kepemimpian, akan tetapi setelah dirasa cukup Anda juga memberikan pelajaran kepada anak bahwa suatu ketika kita juga menjadi bawahan yang mana harus patuh kepada peraturan yang berlaku.
Ø  Perkenalkan pada arti boleh dan tidak boleh dengan menggunakan ekspresi wajah. Sikap demikian dimaksudkan untuk memberikan pembelajaran dan ilmu kepada anak berketerkaitan tentang tindakan dan prilaku anak. Misalkan saja ketika anak mencoret-coret dinding, Anda cukup menggelengkan kepala sebagai tanda persetujuan, ketika ia menghentikan berikan tanda anggukan dan senyum sebagai rasa persetujuan.
Ø  Konsisten dan jangan menggunakan kekerasan baik suara maupun fisik. Hal ini dapat diimplementasikan ketika anak melakukan kesalahan. Walaupun sefatal apapun kesalahan anak, Anda tidak boleh memarahi anak dengan kata-kata kasar atau malah dengan kekerasan, hal ini dikarenakan anak pada fase tersebut belum bisa berfikir secara rasional, melainkan ia mencoba mengenali sesuatu berdasarkan tindakan anak.
  1. Usia TK
Ciri-ciri:
Ø  Adanya konflik adaptatif dan imitatif.
Ø  Mulai mau berbagi dengan yang lainnya.
Ø  Sudah mau mengalah kepada orang lain.
Peran orang tua:
Ø  Memberikan kesempatan kepada anak untuk  memberi kesempatan untuk mencoba, bekerjasa dan mencoba.
Ø  Memberikan perhatian kepada anak dan meluruskan perilaku imitatif yang cenderung negatif dengan mengarahkannya kepada hal yang positif.
Ø  Memberi dukunglah kepada anak untuk bisa berbagi dan mengalah kepada orang lain.
  1. Usia SD
Ciri-ciri:
Ø  Anak menginginkan untuk mendapat pengakuan diri dari orang disekitarnya.
Ø  Mulai mempunyai pendapat yang berbeda dengan sebelumnya.
Ø  Penampilan anak mulai berbeda, gaya bicara berbeda, dan hobinya pun berbeda.
Peran orang tua:
Ø  Menghargai pendapat anak dan jangan menghakiminya dengan secara langsung menyalahkannya.
Ø  Orang tua mulai menerapkan untuk selalu mengajaklah dialog logika dan pengalaman dengan anak.
Ø  Berikanlah pujilah kepada anak ketika anak melakukan hal-hal yang baik dari penampilannya, bantulah dengan kalimat positif untuk bisa tampil lebih baik lagi.
Ø  Orang tua tidak sehrausnya melakukan tindakan yang tidak hormat dengan menyela gaya bicaranya, melainkan bangunlah ketertarikan, serta bantulah anak  untuk bisa lebih punya gaya bicara yang menarik.
  1. Usia SMP
Ciri-ciri:
Ø  Anak memasuki fase persaingan dalam hidupnya. Hal ini  disebabkan anak mulai mengalami konflik antarpersonal, konflik antar kelompok, dan konflik sosial.
Peran orang tua:
Ø  Orang tua meningkatkan proses kedekatan dengan anak melalui dialog sebagai langkah pembinaan terhadap anak, melalui sharing atau curhat anak.
Ø  Orang tua hendaknya menjadilah pendengar yang baik terhadap masalah yang dihadapi anak, bukan malah menjadi laksana hakim yang menghukum anak.
Ø  Orang tua hendaknya tidak melakukan seelaan terhadap anak ketika ia melakukan  pembicaraan dan cerianya.
Ø Orang tua hendaknya tidak memberikan nasehat yang berlebihan kepada anak, sehingga memunculkan anggapan pengekangan terhadap anak. Melainkan yang harus dilakukan oleh para orang tua adalah memberikan komentar dan nasehat pada moment-moment yang tepat.



SUMBER : Prio Suyogi, 2010. Pendidikan Karakter Anak. Yogyakarta. Laskar Matahari Publishing

MODEL PEMBENTUKAN KARAKTER

Model Pembentukan Karakter
Ratna, Direktur Eksekutif Indonesia Heritage Foundation (IHF),  mengatakan bahwa “Untuk menjadi manusia yang berkarakter butuh proses yang tidak sebentar. Jadi, tidak cukup hanya melalui pelajaran di sekolah, atau pergaulan di rumah.” Berkaitan dengan hal tersebut, Ratna membagi system pendidikan karakter anak menjadi tiga model pendidikan. Adapun model pendidikan karakter tersebut adalah :
1.      Pertama, Knowing The Good. Untuk membentuk karakter, anak tidak hanya sekadar tahu mengenai hal-hal yang baik, namun mereka harus dapat memahami kenapa perlu melakukan hal itu. ‘Selama ini mereka tahunya mana yang baik dan buruk, namun mereka tidak tahu alasannya,” ungkap Ratna.
2.      Kedua, Feeling The Good. Konsep ini mencoba membangkitkan rasa cinta anak untuk melakukan perbuatan baik. Di sini anak dilatih untuk merasakan efek dari perbuatan baik yang dia lakukan. Jika Feeling the good sudah tertanam, itu akan menjadi “mesin” atau kekuatan luar biasa dari dalam diri seseorang untuk melakukan kebaikan atau menghindarkan perbuatan negatif.
3.      Ketiga, Acting The Good. Pada tahap ini, anak dilatih untuk berbuat mulia. Tanpa melakukan apa yang sudah diketahui atau dirasakan oleh seseorang, tidak akan ada artinya. Selama ini hanya imbauan saja, padahal berbuat sesuatu yang baik itu harus dilatih, dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Pendidikan merupakan sebuah kegiatan manusia yang di dalamnya terdapat tindakan edukatif dan didaktis yang diperuntukkan bagi generasi yang bertumbuh. Dalam kegiatan mendidik, manusia menghayati adanya tujuan-tujuan pendidikan. Untuk itu berikanlah pendidikan yang tepat dan efektif untuk anak Anda sedinimungkin, hal ini dimakudkan untuk mengoptimalkan fase emas anak dengan hal-hal yang positif.

SUMBER : Prio Suyogi, 2010. Pendidikan Karakter Anak. Yogyakarta. Laskar Matahari Publishing