Selasa, 02 November 2010

TRIK MENGHADAPI FASE KRITIS ANAK

Menurut praktisi pendidikan Edy Wiyono, ada enam fase kritis,,yang dilalui anak hingga menjadi dewasa. Adapun fase-fase terebut adalah usia balita, usia TK, usia SD, usia SLTP, Usia SMA, hingga usia di bangku perkuliahan. Akan tetapi pada pemabhasan penulis kali ini hanya mencakup 4 fase saja, yaitu  usia usia balita, usia TK, usia SD, usia SLTP. Hal ini dikarenakan menurut penulis keempat fase tersebut sangat berpengaruh besar dalam membentuk karakter dan sikap anak.
  1. Usia Balita
Ciri-ciri:
Ø  Selalu benar atas tindakan anak
Ø  Cenderung untuk memaksakan kehendak
Ø  Tidak mau berbagi kepada orang lain
Peran orang tua:
Ø  Berikan kesempatan kepada anak beberapa saat untuk berkuasa dalam prilakunya, akan tetapi setelah dirasa cukup orang tua harus membenahinya. Misalnya saja ketika anak bermain garam, Anda biarkan saja. Ketika ia mulai memakan garam tersebut, tentunya anak akan merasakan rasa asin dan tidak menyukainya. Saat itulah Anda mulai memberitahunya bahwa garam bukanlah buat mainan, melainkan untuk ibu memasak di dapur.
Ø  Berikan kesempatan beberapa saat kepada anak untuk memiliki sesuatu secara penuh. Hal ini dimaksudkan untuk memeberikan rasa berkuasa atau kepemimpian, akan tetapi setelah dirasa cukup Anda juga memberikan pelajaran kepada anak bahwa suatu ketika kita juga menjadi bawahan yang mana harus patuh kepada peraturan yang berlaku.
Ø  Perkenalkan pada arti boleh dan tidak boleh dengan menggunakan ekspresi wajah. Sikap demikian dimaksudkan untuk memberikan pembelajaran dan ilmu kepada anak berketerkaitan tentang tindakan dan prilaku anak. Misalkan saja ketika anak mencoret-coret dinding, Anda cukup menggelengkan kepala sebagai tanda persetujuan, ketika ia menghentikan berikan tanda anggukan dan senyum sebagai rasa persetujuan.
Ø  Konsisten dan jangan menggunakan kekerasan baik suara maupun fisik. Hal ini dapat diimplementasikan ketika anak melakukan kesalahan. Walaupun sefatal apapun kesalahan anak, Anda tidak boleh memarahi anak dengan kata-kata kasar atau malah dengan kekerasan, hal ini dikarenakan anak pada fase tersebut belum bisa berfikir secara rasional, melainkan ia mencoba mengenali sesuatu berdasarkan tindakan anak.
  1. Usia TK
Ciri-ciri:
Ø  Adanya konflik adaptatif dan imitatif.
Ø  Mulai mau berbagi dengan yang lainnya.
Ø  Sudah mau mengalah kepada orang lain.
Peran orang tua:
Ø  Memberikan kesempatan kepada anak untuk  memberi kesempatan untuk mencoba, bekerjasa dan mencoba.
Ø  Memberikan perhatian kepada anak dan meluruskan perilaku imitatif yang cenderung negatif dengan mengarahkannya kepada hal yang positif.
Ø  Memberi dukunglah kepada anak untuk bisa berbagi dan mengalah kepada orang lain.
  1. Usia SD
Ciri-ciri:
Ø  Anak menginginkan untuk mendapat pengakuan diri dari orang disekitarnya.
Ø  Mulai mempunyai pendapat yang berbeda dengan sebelumnya.
Ø  Penampilan anak mulai berbeda, gaya bicara berbeda, dan hobinya pun berbeda.
Peran orang tua:
Ø  Menghargai pendapat anak dan jangan menghakiminya dengan secara langsung menyalahkannya.
Ø  Orang tua mulai menerapkan untuk selalu mengajaklah dialog logika dan pengalaman dengan anak.
Ø  Berikanlah pujilah kepada anak ketika anak melakukan hal-hal yang baik dari penampilannya, bantulah dengan kalimat positif untuk bisa tampil lebih baik lagi.
Ø  Orang tua tidak sehrausnya melakukan tindakan yang tidak hormat dengan menyela gaya bicaranya, melainkan bangunlah ketertarikan, serta bantulah anak  untuk bisa lebih punya gaya bicara yang menarik.
  1. Usia SMP
Ciri-ciri:
Ø  Anak memasuki fase persaingan dalam hidupnya. Hal ini  disebabkan anak mulai mengalami konflik antarpersonal, konflik antar kelompok, dan konflik sosial.
Peran orang tua:
Ø  Orang tua meningkatkan proses kedekatan dengan anak melalui dialog sebagai langkah pembinaan terhadap anak, melalui sharing atau curhat anak.
Ø  Orang tua hendaknya menjadilah pendengar yang baik terhadap masalah yang dihadapi anak, bukan malah menjadi laksana hakim yang menghukum anak.
Ø  Orang tua hendaknya tidak melakukan seelaan terhadap anak ketika ia melakukan  pembicaraan dan cerianya.
Ø Orang tua hendaknya tidak memberikan nasehat yang berlebihan kepada anak, sehingga memunculkan anggapan pengekangan terhadap anak. Melainkan yang harus dilakukan oleh para orang tua adalah memberikan komentar dan nasehat pada moment-moment yang tepat.



SUMBER : Prio Suyogi, 2010. Pendidikan Karakter Anak. Yogyakarta. Laskar Matahari Publishing

Tidak ada komentar:

Posting Komentar